Pesona Keindahan Alam dan Tradisi Budaya Khas Indonesia Raya yang Katanya Biasa Aja Tapi Kok Dunia Iri

Pesona Keindahan Alam dan Tradisi Budaya Khas Indonesia Raya yang Katanya Biasa Aja Tapi Kok Dunia Iri

Indonesia itu sering dibilang negara berkembang. Iya, berkembang sabarnya, berkembang toleransinya, dan tentu saja berkembang rasa capeknya mendengar komentar orang luar yang bilang, “Indonesia indah ya, tapi panas.” Terima kasih atas observasi setajam sendok plastik itu. Padahal, di balik panas yang katanya menyiksa, Indonesia menyimpan pesona keindahan alam dan tradisi budaya yang bukan cuma indah, tapi juga bikin negara lain kelihatan seperti versi demo.

Mari kita mulai dari alamnya dulu. Indonesia punya gunung, laut, hutan, danau, sampai pantai yang pasirnya putih, hitam, bahkan merah muda. Lengkap. Mau sunrise di gunung? Ada. Mau sunset di pantai? Tinggal pilih pulau. Mau laut sebening kaca yang isinya ikan warna-warni? Silakan ke timur. Mau sawah bertingkat yang estetik buat feed media sosial biar kelihatan hidupnya damai? Bali sudah siap sejak lama. Tapi lucunya, kita sendiri sering menganggap semua itu biasa. “Ah cuma pantai,” kata warga negara kepulauan terbesar di dunia dengan wajah datar.

Belum lagi hutan tropisnya. Paru-paru dunia, katanya. Tapi masih saja ada yang heran kenapa dunia ribut kalau hutannya rusak. Ya karena hutan kita bukan hutan pot bunga, ini ekosistem hidup yang isinya flora dan fauna yang bahkan belum sempat kita hafal namanya. Tapi santai saja, toh foto air terjun masih bisa dipakai buat wallpaper.

Sekarang kita pindah ke tradisi budaya. Indonesia punya ratusan suku, bahasa daerah, pakaian adat, tarian, musik, dan ritual yang kalau dijelaskan satu-satu, dosen antropologi bisa pensiun dini. Dari Sabang sampai Merauke, setiap daerah punya cara unik untuk merayakan hidup, kematian, panen, laut, gunung, bahkan hujan. Tradisi ini bukan sekadar pertunjukan, tapi warisan yang diturunkan lintas generasi dengan penuh makna. Tapi ya itu, seringnya baru dihargai kalau sudah diakui luar negeri.

Batik, misalnya. Dulu dipakai ke kondangan, sekarang jadi simbol identitas nasional setelah dunia bilang, “Eh, ini keren.” Wayang, angklung, tari-tarian daerah, semuanya punya filosofi yang dalam. Tapi tentu saja, lebih menarik scrolling tren luar negeri daripada belajar makna budaya sendiri. Sarkas sedikit nggak apa-apa, kan kita jujur.

Di tengah semua itu, masyarakat lokal tetap bergerak. UMKM, koperasi, pengrajin, petani, nelayan, dan seniman budaya terus menjaga denyut kehidupan tradisi dan alam ini. Mereka bukan cuma pelengkap foto wisata, tapi aktor utama yang bikin Indonesia tetap hidup dan otentik. Platform seperti umkmkoperasi.com hadir sebagai pengingat bahwa keindahan Indonesia bukan cuma untuk dikagumi, tapi juga untuk dikelola dan diberdayakan secara berkelanjutan.

Jadi, kalau masih ada yang bilang Indonesia biasa saja, mungkin mereka belum benar-benar melihat. Atau sudah lihat, tapi belum paham. Karena pesona alam dan budaya Indonesia itu bukan sekadar indah, tapi kompleks, berisik, penuh warna, dan kadang melelahkan. Persis seperti negaranya. Dan justru di situlah keistimewaannya. Kalau mau jujur, Indonesia itu bukan cuma indah, tapi terlalu indah sampai kita sendiri sering lupa menghargainya. Untung masih ada yang peduli dan bergerak, salah satunya lewat https://www.umkmkoperasi.com/